Senin, 26 Januari 2009

PENYIAR RADIO, HOBBY ATAU PROFESI ?

Tulisan ini sebenarnya adalah pendapat yang pernah saya tulis di Facebook, di Grup Forum Diskusi Radio (FDR) Indonesia, yang berangkat dari tulisan mas Harley Prayudha pertengahan November tahun lalu. Topik yang diangkat : Kerja di Radio Masih Dianggap Hobby ? Mengapa ini perlu saya tuliskan kembali di sini ? Karena ternyata tidak sedikit diantara para praktisi atau pelaku di dunia radio siaran yang masih punya anggapan berbau pesimistis mengenai pekerjaan mulia ini. Berikut ini tulisan saya :

Sebuah profesi yang dilakukan karena hobby seharusnya akan menghasilkan output yang berbeda dibandingkan dengan profesi yang dilakukan karena terpaksa atau kepepet. Suatu pekerjaan yang dilakukan dengan kecintaan penuh, totalitas dan tanpa pamrih akan memberikan sebuah kualitas yang jauh berbeda dibandingkan dengan pekerjaan yang dilakukan karena mengejar kebutuhan hidup alias sekedar "mencari uang".

Masalah sebenarnya bukanlah pada pernyataan apakah ini hobby atau bukan hobby.

Masalahnya adalah : apakah si penyiar, pengelola radio, termasuk si pemilik radio, dan pemasang iklan menyadari atau mau menyadari bahwa RADIO ADALAH SEBUAH INDUSTRI ?

Kalau hal ini tidak dipahami oleh masing-masing pihak, sampai kapanpun gaji penyiar akan dihargai rendah oleh pengelola atau pemilik radio. Mengapa bisa begitu ? Ya, karena selama menjalankan pekerjaannya si penyiar tidak menunjukkan kualitasnya sebagai seorang penyiar yang layak dibayar tinggi. Buat apa dibayar tinggi, siarannya begitu-begitu saja. Cuma sekedar suka-suka si penyiar. Toh cuma hobby, begitu pendapat si penyiar. Nanti kalau sudah lulus atau ada tawaran pekerjaan di perusahaan lain, yang bukan radio tentunya, ya ucapkan selamat tinggal radio. Ngapain dibela-belain. Penyiar kan hanya batu loncatan.

Yang kedua, kalau pengelola atau pemilik radio tidak menganggap radio sebagai sebuah INDUSTRI yang "BISA MENJADI BESAR' dan "HARUS MENJADI BESAR" tentunya pemasang iklan juga akan bisa merasakan hal yang sama. Ahh, radio itu enggak niat, enggak bonafide. Buktinya, kantornya aja kayak begitu, studionya kecil, dan lain-lain. Sehingga salah satu dampaknya adalah harga iklan sulit untuk menjadi tinggi.Mana mau klient membayar mahal untuk perusahaan yang dianggap enggak bonafide.

Yang ketiga, pemasang iklan yang tidak mau menyadari bahwa radio adalah sebuah industri , tentunya dengan seenaknya sendiri akan menawar harga iklan serendah-rendahnya. Yang penting radio mau kasih harga murah, dia pasti pasang.

Ibaratnya lingkaran setan. Salah satu tidak menyadari fungsinya sebagai sebuah industri, akan berpengaruh pada yang lainnya.

Sebagai layaknya sebuah industri, tidak peduli di kota besar ataupun kecil, berprofesi di radio bisa menjadi sangat menjanjikan dan bisa tidak menjanjikan. Seperti juga bekerja di bank, bisa menjanjikan bisa juga tidak menjanjikan. Tinggal tergantung di Bank mana, Bank yang sehat atau bank yang tidak sehat ?

Jadi, bersyukurlah anda yang berprofesi sebagai penyiar karena "benar-benar hobby" bukan "sok hobby". Maksimalkan kemampuan anda dan kualitas anda akan terbaca oleh atasan anda atau atasan orang lain.

Dan bersyukurlah para pengelola atau pemilik radio yang punya penyiar yang bekerja karena hobby dan kecintaan penuh, karena itulah aset anda yang termahal.