Tulisan ini sebenarnya adalah pendapat yang pernah saya tulis di Facebook, di Grup Forum Diskusi Radio (FDR) Indonesia, yang berangkat dari tulisan mas Harley Prayudha pertengahan November tahun lalu. Topik yang diangkat : Kerja di Radio Masih Dianggap Hobby ? Mengapa ini perlu saya tuliskan kembali di sini ? Karena ternyata tidak sedikit diantara para praktisi atau pelaku di dunia radio siaran yang masih punya anggapan berbau pesimistis mengenai pekerjaan mulia ini. Berikut ini tulisan saya :
Sebuah profesi yang dilakukan karena hobby seharusnya akan menghasilkan output yang berbeda dibandingkan dengan profesi yang dilakukan karena terpaksa atau kepepet. Suatu pekerjaan yang dilakukan dengan kecintaan penuh, totalitas dan tanpa pamrih akan memberikan sebuah kualitas yang jauh berbeda dibandingkan dengan pekerjaan yang dilakukan karena mengejar kebutuhan hidup alias sekedar "mencari uang".
Masalah sebenarnya bukanlah pada pernyataan apakah ini hobby atau bukan hobby.
Masalahnya adalah : apakah si penyiar, pengelola radio, termasuk si pemilik radio, dan pemasang iklan menyadari atau mau menyadari bahwa RADIO ADALAH SEBUAH INDUSTRI ?
Kalau hal ini tidak dipahami oleh masing-masing pihak, sampai kapanpun gaji penyiar akan dihargai rendah oleh pengelola atau pemilik radio. Mengapa bisa begitu ? Ya, karena selama menjalankan pekerjaannya si penyiar tidak menunjukkan kualitasnya sebagai seorang penyiar yang layak dibayar tinggi. Buat apa dibayar tinggi, siarannya begitu-begitu saja. Cuma sekedar suka-suka si penyiar. Toh cuma hobby, begitu pendapat si penyiar. Nanti kalau sudah lulus atau ada tawaran pekerjaan di perusahaan lain, yang bukan radio tentunya, ya ucapkan selamat tinggal radio. Ngapain dibela-belain. Penyiar kan hanya batu loncatan.
Yang kedua, kalau pengelola atau pemilik radio tidak menganggap radio sebagai sebuah INDUSTRI yang "BISA MENJADI BESAR' dan "HARUS MENJADI BESAR" tentunya pemasang iklan juga akan bisa merasakan hal yang sama. Ahh, radio itu enggak niat, enggak bonafide. Buktinya, kantornya aja kayak begitu, studionya kecil, dan lain-lain. Sehingga salah satu dampaknya adalah harga iklan sulit untuk menjadi tinggi.Mana mau klient membayar mahal untuk perusahaan yang dianggap enggak bonafide.
Yang ketiga, pemasang iklan yang tidak mau menyadari bahwa radio adalah sebuah industri , tentunya dengan seenaknya sendiri akan menawar harga iklan serendah-rendahnya. Yang penting radio mau kasih harga murah, dia pasti pasang.
Ibaratnya lingkaran setan. Salah satu tidak menyadari fungsinya sebagai sebuah industri, akan berpengaruh pada yang lainnya.
Sebagai layaknya sebuah industri, tidak peduli di kota besar ataupun kecil, berprofesi di radio bisa menjadi sangat menjanjikan dan bisa tidak menjanjikan. Seperti juga bekerja di bank, bisa menjanjikan bisa juga tidak menjanjikan. Tinggal tergantung di Bank mana, Bank yang sehat atau bank yang tidak sehat ?
Jadi, bersyukurlah anda yang berprofesi sebagai penyiar karena "benar-benar hobby" bukan "sok hobby". Maksimalkan kemampuan anda dan kualitas anda akan terbaca oleh atasan anda atau atasan orang lain.
Dan bersyukurlah para pengelola atau pemilik radio yang punya penyiar yang bekerja karena hobby dan kecintaan penuh, karena itulah aset anda yang termahal.
13 komentar:
mas zoel, sejak awal saya kerja di stasiun radio, bos saya selalu mengingatkan bahwa ini [radio] adalah sebuah industri. kata - kata itu saya ingat sampai sekarang....
Dear Maz Zoel,
klo buat saya untuk menjadikan siaran sebagai suatu hoby itu bagai makan buah simalakama.. Hoby sich iya..saya masih amat sangat mencintai dunia kepenyiaran, tapi klo saya terus bekerja di dunia radio saya merasa 'stuck' dari segi financial, walaupun mungkin kita bisa nyambi kerjaan lain (sbg MC mungkin).
someday pengen rasanya bisa wiraswasta dan nyambi siaran spt mas Zoel..
viel gluck mas :-)
salam kenal mas
mampier pertamax
dan akan berkunjung lagi di lain waktu
keep blogging mas
baca tulisan maz zoel, 1000% betul banget. saya juga mantan penyiar di salah satu stasiun radio di solo, saya lebih suka keluar dari radio karena selama bekerja memang sudah tidak sejalan dengan pimpinan. selama ini pimpinan tidak pernah memandang bahwa radio itu sebuah industri, melainkan pekerjaan rutin yang harus dilakukan. kata wong jowo, sing penting radioku urip siaran, gak peduli gaya siarnya kayak apa.
betul juga yang namanya hobby jika diolah dengan baik akan menghasilkan suatu yang luar biasa.
mudah - mudahan banyak pimpinan radio yang bisa berpikir seperti mas zoel, apalagi sekarang keberadaan radio mulai terdesak dengan kehadiran tv lokal.
bravo......
Nice post... good luck bung!
Nice pots.... Good Luck, Bung!
nice post, good luck bung...!
penyiar radio bisa menjadi hobby, bisa juga menjadi profesi, tergantung bagaimana kita menekuni dan menjalaninya.
Saya sendiri menjalaninya sebagai hobby selama lebih dari 5 tahun dan masih belum terpikir untuk menjadikannya sebagai profesi saya, berbeda dengan sebagian penyiar yang langsung menjadikannya sebagai profesi sejak pertama kali memulai.
Ivan Arista
ivan_arista@yahoo.com
Strato 101.9 FM, Surabaya
www.stratofm.com
maaf ya, pertanyaan saya menyimpang dari topik pembicaraan...
saya mw tanya, klo musik classic instrumental yg suka d puterin pada saat radio mw udahan itu judul nya apa??
yg tw, tolong kirimin ke email saya ya...
xasae_17@yahoo.com
trimakasih... ^^
blogger broadcaster. hmm, succes
ya sy s7 dg pndapat bli zoel ,yg penting kan kita tau aturan dlm cuap2 ,then suara kita sangat dikenal oleh pendengar .Makanya byk jg kan orang menjadi ponggawa itu kerjaan sampingan .Ya iyalah gaji yg didapat ga seberapa banged .coba aja sm yg magang ,byk yg ga digaji .ya yg penting pengalaman di broadcast itu sangat bonafit loh !tiba-tiba kita dipanggil untuk tawaran menjadi MC di salah satu acara bergengsi & dpt deh honor yg lumayan ga disangka2 deh :-)
medianya yang suka cuap-cuap. bagus
buat saya penyiar radio itu butuh hobi klo g hobi dan cinta ma pekerjaan itu babaja
Posting Komentar