Selasa, 04 Mei 2010

MENGAPA (WAKTU ITU) BERGABUNG DI RADIO (LAGI) ? (MEMAJUKAN DIRI 2)



Ada beberapa teman yang menanyakan ke saya beberapa hari lalu, mengapa setelah sempat vakum selama kurang lebih 2,5 tahun dari dunia radio, kok saya akhirnya mau kembali lagi bergabung di radio awal 2007.


Jawabannya : karena saya memang tidak pernah (bisa) meninggalkan dunia radio sama sekali selama 2 tahun itu. Saya tetap aktif mengajar di salah satu kursus kepenyiaran radio di kota Malang. Saya juga tetap aktif menjadi “pendengar” dan “pengamat” radio di manapun saya berada. (Hhmm, bagaimana ya mengamati radio ? Radio kan untuk didengar ? Mungkin lebih tepatnya “penguping”, ya ?)


Jawaban kedua : karena saat itu saya ditawari untuk membantu mengelola sebuah radio baru milik pengusaha yang saat itu sedang melakukan siaran percobaan di kota Malang. Namanya radio Kencana FM.


Jujur saja, pada awalnya, saya tidak terlalu antusias menerima tawaran ini. Pertama, karena di Malang sudah terlalu banyak stasiun radio. Untuk kota sekecil Malang, jumlah 30 radio (termasuk radio komunitas dan radio “gelap”) sudah terlalu banyak. Kedua, format musik yang dipilih radio Kencana adalah lagu popular Indonesia (non dangdut, campursari dan keroncong).Ini bisa dianggap sebagai “kelebihan”, tapi bisa juga sebagai suatu “kelemahan”.


“Kelebihan” karena belum banyak radio di Malang yang berformat total musik pop Indonesia. Hanya ada satu-dua. Salah satunya, waktu itu, adalah radio Andalus FM. Radio yang sudah berusia 30 tahun lebih ini, di saat yang hampir bersamaan baru saja merubah formatnya menjadi radio dengan slogan Barometer Musik Indonesia.


Memang, dengan berformat full musik Indonesia akan relative lebih mudah bagi sebuah radio untuk meraih jumlah pendengar lebih banyak, khususnya di kota Malang. Apalagi lagu-lagu Indonesia sudah semakin variatif dan relative berkualitas. Ada kans cukup besar untuk merebut simpati pecinta musik Indonesia di kota pelajar ini.


Sedangkan “kelemahannya”, dengan cuma mengandalkan lagu-lagu pop Indonesia, berarti “amunisi” radio menjadi terbatas. Untuk meraih pendengar dari segment menengah ke atas, terasa “nanggung”. Pendengar dengan segment ini sudah lebih dahulu dimanjakan oleh radio-radio lain, yang tidak hanya menyajikan musik Indonesia tetapi juga lagu-lagu mancanagera (Barat). Jumlahnya lebih dari 5 radio.


Sebaliknya, untuk meraih pendengar dari segment menengah ke bawah, juga “nanggung”. Tanpa adanya program lagu dangdut dan campursari misalnya, cukup berat untuk bisa bersaing dengan radio-radio yang sudah terlebih dahulu bermain di segment ini.


Alasan kedua mengapa saya tidak terlalu tertarik dengan tawaran itu karena radio Kencana sudah “dikelola” sebuah lembaga yang orang-orangnya adalah “guru-guru” saya di dunia radio. Terus terang, saya merasa “enggak enak”. Apalagi kehadiran saya adalah untuk “menggantikan” mereka. Mereka inilah yang “babat alas” ketika mendirikan radio Kencana. Mereka sudah cukup lama malang melintang di dunia broadcat. Bahkan salah seorang diantaranya adalah mantan penyiar kondang di kota Malang yang saya kagumi sejak puluhan tahun silam. Beliau secara tidak langsung adalah “suhu” saya. Untuk urusan dunia broadcast, saya banyak termotivasi dari dia. Beliaulah yang membuat saya menjadi begitu bangga dan mencintai dunia radio. (Cerita mengenai “guru-guru” saya ini akan saya ceritakan di tulisan yang lain).


Dengan beberapa alasan tadi, ditambah dengan kesibukan saya, baik sebagai pemilik usaha toko cokelat Silvia n’ Joe Chocolate maupun pengajar di kursus penyiar Duta Suara, membuat saya ragu untuk menerima tawaran pemilik radio Kencana.


Namun, akhirnya pihak owner berhasil meyakinkan saya bahwa kerjasama dengan konsultan itu akan berakhir bulan depan. Itulah alasannya, mengapa mereka minta tolong saya untuk membantu “meneruskan” beroperasinya radio Kencana FM.


Yah, mungkin inilah yang disebut sebagai “panggilan jiwa”. Melihat ada peluang untuk membenahi penyiar dan program di radio Kencana dan adanya keinginan untuk memberikan sesuatu yang “benar-benar bermanfaat” bagi pendengar radio, saya pun mulai mempertimbangkan menerima tawaran itu. Sama sekali bukan karena alasan salary ataupun jabatan.


Apalagi ternyata salah satu crew yang menjadi perintis berdirinya radio itu adalah teman saya juga yang pernah bekerja di radio yang sama beberapa tahun sebelumnya. Dia pun pernah bergabung di beberapa radio di kota Malang. Bagi saya, ini tentu akan memudahkan terjadinya kerjasama team untuk melakukan berbagai pembenahan bagi kemajuan radio yang belum resmi mengudara itu.


Mengamati begitu ketatnya persaingan antar radio di kota Malang, saya pun memberi masukan kepada owner untuk membuat program yang berbeda dengan radio lain, dengan content yang “benar-benar dibutuhkan” masyarakat. Intinya, jangan cuma sekedar tampil dengan lagu-lagu Indonesia dan gosip-gosip artis atau sejenisnya, karena sudah banyak radio yang punya program seperti itu.


Lalu, program seperti apakah yang belum digarap khusus oleh radio lain, tetapi selalu dibutuhkan masyarakat tanpa ada habisnya ? Masih adakah peluangnya ?


Ternyata, ada. Saya mengamati kebutuhan orang akan informasi peluang kerja maupun peluang berwirausaha selalu meningkat setiap tahun. Kalau di media cetak, sudah cukup banyak yang menggarap secara khusus pasar ini. Namun di radio, masih belum maksimal tercover, khususnya di kota Malang. Padahal 2 hal inilah yang selalu dicari orang sepanjang hidupnya dan tiada habisnya.


Oleh karena itulah saya mengusulkan agar arah siaran radio Kencana ditujukan kepada mereka para pencari kerja dan pewirausaha. Semua informasi yang tersaji, mulai pagi sampai tengah malam, harus yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan mereka.


Seperti kita ketahui, di kota Malang jumlah pelajar dan mahasiswanya sangat banyak. Mereka adalah para calon dan pencari kerja yang jumlahnya akan terus bertambah setiap tahun. Begitu pula dengan para calon dan wirausahawan. Trend untuk menjadi wirausahawan dari tahun ke tahun juga semakin meningkat disebabkan semakin menyempitnya lowongan kerja bagi para pencari kerja. Tentunya ini potensi pasar yang sangat menjanjikan yang bisa digarap oleh Radio Kencana.


Akhirnya, setelah terjadi beberapa kali pertemuan dan negosiasi dengan pemilik serta GM Radio Kencana, per February 2007 saya tercatat resmi bergabung menjadi Program Director sekaligus penyiar di radio Kencana FM, yang berfrekwensi di 98,6 Mhz.


Dan sampai detik ini, walaupun sudah tidak bekerja di radio Kencana lagi, saya merasa bahagia dan bangga pernah menjadi bagian dari sebuah radio yang secara riil begitu bermanfaat bagi masyarakat Malang dan sekitarnya.


Setahu saya, baru radio Kencana inilah satu-satunya radio di kota Malang, yang di ulang tahun pertamanya berhasil menggelar event dengan pencatatan rekor pengumpulan dana sedekah dari pendengar untuk membantu kaum dhuafa sebesar lebih dari Rp. 600.000.0000 (baca : 600 juta) lebih ! Hanya dalam waktu 5 hari saja ! Dana ini 100 % telah disalurkan ke berbagai lembaga amil zakat, pembangunan sekolah, pesantren dan kaum dhuafa di seputaran Malang Raya dan sekitarnya. Termasuk untuk membantu membayar biaya operasi, pengobatan dan rawat inap para pasien tak mampu di rumah sakit-rumah sakit di Malang.


Ini semua tidak mungkin bisa terwujud kalau bukan karena peran serta dari pendengar, pemasang iklan, termasuk juga seluruh crew dan pihak manajemen Radio Kencana yang begitu luar biasa sekali dalam mewujudkan visi dari radio Kencana, yaitu menjadi radio yang terdepan dalam mensejahterakan masyarakat.


Dan tentu saja, yang terpenting, kebijakan dan peran serta dari pemilik (owner) radio, menjadi factor utama keberhasilan suatu program yang dijalankan dalam bisnis jasa radio siaran. Sebagus apapun suatu program direncanakan, seluar biasa dan sekompak apapun team di sebuah radio, kalau pemilik radio tidak mau memahami karakter bisnis radio apalagi tidak memberi dukungan maksimal, radio itu tidak akan menjadi apa-apa. Radio itu akan tetap begitu-begitu saja.


Dan pemilik Radio Kencana membuktikan, walaupun baru setahun beroperasi, radio ini telah mampu menjadi radio yang dipercaya oleh masyarakat pendengarnya, termasuk para pemasang iklan dan para narasumber yang pernah berpartisipasi di dalamnya.

Tidak ada komentar: