(Fiuuuh…udah lama juga ya gak nulis. Kayaknya butuh tekad yang kuat untuk konsisten menulis di blog ini. Kali ini saya gak pingin nulis tentang radio atau broadcast, tapi tentang beberapa hal yang sudah beberapa minggu ini menjadi unek-unek di hati dan pingin di share aja di sini)
(Sumber foto di atas : http://permanaprasetya.multiply.com/photos/album/13/Kereta_Api_dan_Lokomotif#3
Pertengahan bulan yang lalu (Oktober) saya sempat memanfaatkan jasa transportasi kereta api Gajayana dari Malang menuju Jakarta. Ada beberapa hal yang berbeda dibanding terakhir kali saya menggunakan kereta api ini 3 bulan yang lalu.
Yang pertama, jadwal keberangkatan ternyata sudah berubah. Kalau biasanya KA Gajayana berangkat dari stasiun Kota Baru Malang pukul 15.40, saat ini jadwal dimundurkan menjadi pukul 16.30.
Yang kedua, gerbong yang saya tumpangi ternyata masih baru. Warna interiornya lebih cerah, baunya wangi dan bersih.
Selain itu di bawah tempat meletakkan minuman sekarang ditambahi dengan fasilitas stop kontak yang bisa dipakai untuk mencharge baterei HP atau Laptop.
Kursi penumpangpun masih berfungsi maksimal. Empuk dan nyaman. Tombol untuk merebahkan sandaran kursi masih bekerja dengan maksimal. Berbeda dengan beberapa bulan sebelumnya, dimana kursi penumpang biasannya sudah enggak nyaman untuk diduduki dan seringkali diketemukan kerusakan pada alat pengaturan sandaran. Sehingga sandaran tidak bisa difungsikan secara maksimal.
Kebetulan saya mendapat kursi di baris ke 3 dekat pintu gerbong. Biasanya posisi ini paling enggak enak, karena seringkali pintu gerbongnya rusak sehingga tidak bisa membuka dan menutup secara otomatis. Parahnya setiap orang yang melewati pintu itu, baik itu crew KA atau penumpang lain, malas untuk menutup kembali pintu yang sudah terbuka. Hal ini menyebabkan polusi suara yang berasal dari gandengan KA dan bau pesing dari WC tercium sampai ke penumpang yang duduk dekat pintu.
Tapi kali ini berbeda. Karena masih baru, pintu masih bisa berfungsi secara otomoatis. Untuk membuka dan menutup pintu cukup menekan tombol yang ada di dekat pintu dan pintu akan membuka dan menutup dengan sendirinya.
Saya mencoba untuk menengok ke fasilitas WC. Memasuki WC gerbong KA Gajayana, yang biasanya sempit, kotor dan berbau pesing, kali ini ternyata berbeda dari biasanya. WCnya bersih, wangi dan terasa lebih lega. Air juga mengalir dengan lancar. Hmmm, boleh juga.
Ketika kembali ke tempat duduk, saya baru memperhatikan ternyata TV yang ada di tiap gerbong menggunakan TV layar datar. Seingat saya dulu hanya TV biasa. Sayangnya, ketika kereta berjalan suara TV sudah tidak bisa terdengar lagi karena volumenya terlalu kecil. Padahal yang ditampilkan di TV adalah video klip musik yang tentunya percuma kalau tidak diperdengarkan suaranya.
Ah, bagaimanapun kondisi ini sudah jauh lebih bagus daripada beberapa bulan silam.
Tapi, sampai kapan ya bisa bertahan ?
Sabtu, 08 November 2008
Sabtu, 04 Oktober 2008
Selasa, 02 September 2008
PENYIAR YANG TIDAK PEKA
Sebagai orang radio mestinya kita punya kepekaan saat memilih materi yang pantas untuk diangkat menjadi tema obrolan di udara.
Hari Minggu sore kemarin (31/8), beberapa jam menjelang bulan suci Ramadhan, sebuah stasiun radio di Malang mengangkat tema obrolan yang menurut saya kurang layak untuk disajikan sebagai sebuah materi siar.
Maksud si penyiar atau produser acara sebenarnya ingin memberikan materi obrolan yang tematik khususnya dalam menyambut bulan suci Ramadhan, tapi yang terjadi malah justru sebaliknya.
Dua penyiar yang saat itu sedang bertugas malah menunjukkan kesan “tidak menghargai kesucian” ibadah yang merupakan kewajiban tiap muslim di seluruh dunia ini. Bahkan mereka mengundang pendengar untuk mengikuti “ide ngawur”nya dengan memberikan kesempatan bagi pendengar lain memberikan tambahan “ide ngawur” lainnya.
Yang menjadi masalah, tema ini tidak sekedar diangkat dan dipublikasikan oleh penyiar bersangkutan tetapi penyiar bahkan meminta pendengar untuk berbagi cerita atau lebih tepatnya berbagi tips atau trik cara mengakali ibadah puasa supaya pacaran bisa tetap jalan.
Lho, ibadah kok diakali ? Sudah begitu, disiarkan lagi !
Parahnya, pendengar diminta untuk berbagi “ilmu ngakali” ibadah puasa. Sepertinya Tuhan bisa ditipu ramai-ramai dengan berbagai trik yang disampaikan. Lebih parah lagi, penyiar menyampaikan materi itu sambil ketawa-ketiwi seolah-olah sudah mengangkat materi yang hebat yang enggak terpikirkan oleh radio lain.
Broer, ibadah itu memang ranah pribadi. Mau puasa kek, mau enggak puasa kek, mau pacaran pas lagi puasa kek, itu tanggung jawab pribadi masing-masing. Urusannya langsung sama Tuhan. Tapi sebagai penyiar (yang sedang bertugas), yang lagi didengar banyak orang dan punya tanggung jawab moral dengan semua yang disampaikan, kita enggak bisa seenaknya mengangkat sebuah tema.
Yang pertama harus kita tanyakan kepada diri kita sendiri (atau tim kita) adalah apa sebenarnya tujuan tema itu disampaikan. Apakah untuk membuat suatu perubahan yang lebih baik, memotivasi dan menginspirasi pendengar, main-main, iseng, atau lebih parah lagi jangan-jangan enggak ada tujuannya alias ngawur ?
Inilah yang saya bilang ketidakpekaan si penyiar (atau produser) radio itu.
Apakah mereka tidak berpikir tema yang diangkat itu berkesan menganggap main-main sebuah ibadah yang sangat dihormati bagi masyarakat Muslim ? Apakah mereka tidak berpikir dengan trik atau tips dari pendengar yang di onairkan itu justru menyebarluaskan “hal yang enggak bener” ke ranah public, yang bisa dianggap sebagai sebuah pembenaran bagi masyarakat awam ?
Penilaian saya terlalu berlebihan ?
Begini aja deh, anda yang beragama Islam pasti tau kalau ibadah puasa adalah salah satu bagian dari Rukun Islam, seperti halnya Syahadat, Sholat, Zakat, dan Haji.
Bagaimana kalau misalnya ada penyiar yang mengangkat tema begini :
BAGAIMANA TRIK ATAU CARA ANDA BERPACARAN SAAT TIBA WAKTU SHOLAT atau BAGAIMANA TRIK ATAU CARA ANDA BERPACARAN SAAT BERHAJI DI TANAH SUCI ?
Ngawur.
Selamat menjalankan ibadah puasa 1429H, mohon maaf lahir dan batin.
Hari Minggu sore kemarin (31/8), beberapa jam menjelang bulan suci Ramadhan, sebuah stasiun radio di Malang mengangkat tema obrolan yang menurut saya kurang layak untuk disajikan sebagai sebuah materi siar.
Maksud si penyiar atau produser acara sebenarnya ingin memberikan materi obrolan yang tematik khususnya dalam menyambut bulan suci Ramadhan, tapi yang terjadi malah justru sebaliknya.
Dua penyiar yang saat itu sedang bertugas malah menunjukkan kesan “tidak menghargai kesucian” ibadah yang merupakan kewajiban tiap muslim di seluruh dunia ini. Bahkan mereka mengundang pendengar untuk mengikuti “ide ngawur”nya dengan memberikan kesempatan bagi pendengar lain memberikan tambahan “ide ngawur” lainnya.
Tema yang diangkat adalah BAGAIMANA TRIK ATAU CARA ANDA BERPACARAN SELAMA BULAN PUASA.
Yang menjadi masalah, tema ini tidak sekedar diangkat dan dipublikasikan oleh penyiar bersangkutan tetapi penyiar bahkan meminta pendengar untuk berbagi cerita atau lebih tepatnya berbagi tips atau trik cara mengakali ibadah puasa supaya pacaran bisa tetap jalan.
Lho, ibadah kok diakali ? Sudah begitu, disiarkan lagi !
Parahnya, pendengar diminta untuk berbagi “ilmu ngakali” ibadah puasa. Sepertinya Tuhan bisa ditipu ramai-ramai dengan berbagai trik yang disampaikan. Lebih parah lagi, penyiar menyampaikan materi itu sambil ketawa-ketiwi seolah-olah sudah mengangkat materi yang hebat yang enggak terpikirkan oleh radio lain.
Broer, ibadah itu memang ranah pribadi. Mau puasa kek, mau enggak puasa kek, mau pacaran pas lagi puasa kek, itu tanggung jawab pribadi masing-masing. Urusannya langsung sama Tuhan. Tapi sebagai penyiar (yang sedang bertugas), yang lagi didengar banyak orang dan punya tanggung jawab moral dengan semua yang disampaikan, kita enggak bisa seenaknya mengangkat sebuah tema.
Yang pertama harus kita tanyakan kepada diri kita sendiri (atau tim kita) adalah apa sebenarnya tujuan tema itu disampaikan. Apakah untuk membuat suatu perubahan yang lebih baik, memotivasi dan menginspirasi pendengar, main-main, iseng, atau lebih parah lagi jangan-jangan enggak ada tujuannya alias ngawur ?
Inilah yang saya bilang ketidakpekaan si penyiar (atau produser) radio itu.
Apakah mereka tidak berpikir tema yang diangkat itu berkesan menganggap main-main sebuah ibadah yang sangat dihormati bagi masyarakat Muslim ? Apakah mereka tidak berpikir dengan trik atau tips dari pendengar yang di onairkan itu justru menyebarluaskan “hal yang enggak bener” ke ranah public, yang bisa dianggap sebagai sebuah pembenaran bagi masyarakat awam ?
Penilaian saya terlalu berlebihan ?
Begini aja deh, anda yang beragama Islam pasti tau kalau ibadah puasa adalah salah satu bagian dari Rukun Islam, seperti halnya Syahadat, Sholat, Zakat, dan Haji.
Bagaimana kalau misalnya ada penyiar yang mengangkat tema begini :
BAGAIMANA TRIK ATAU CARA ANDA BERPACARAN SAAT TIBA WAKTU SHOLAT atau BAGAIMANA TRIK ATAU CARA ANDA BERPACARAN SAAT BERHAJI DI TANAH SUCI ?
Ngawur.
Selamat menjalankan ibadah puasa 1429H, mohon maaf lahir dan batin.
Selasa, 26 Agustus 2008
AWAL KETERTARIKAN DI RADIO
Kalau ditanya sejak kapan saya tertarik dengan dunia kepenyiaran, jawabannya bisa panjang, karena ada lebih dari satu peristiwa atau pengalaman yang terbagi dalam beberapa fase yang akhirnya menyatukan keinginan kuat itu.
Salah satunya adalah tatkala saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar di era tahun 1980-an. Di masa kecil saya, di samping harus menjalankan kewajiban belajar di sekolah, saya punya kewajiban yang rutin harus saya lakukan tiap hari, yaitu latihan Piano.
Yah, orangtua saya mengikutkan saya di kursus piano yang diajar oleh seorang guru Piano bernama Zuus Merry.
(Ki-ka : Zuus Merry, Gurunya Zuuz Merry dan saya yang paling "putih")
Beliau ini guru piano yang sangat sabar, tidak pernah marah sedikitpun (ke saya) walaupun saya termasuk murid yang “tidak terlalu pintar”…hehehe…(daripada dibilang murid yang malas).
Seingat saya, pertama kali saya belajar piano ke Zuus Merry adalah saat masih duduk di bangku kelas 1 atau 2 SD. Tiap hari Kamis jam 2 siang saya harus berangkat ke tempat kursus di rumah beliau di Jalan Cipto 16 Malang dengan menumpang becak langganan saya. Karena anginnya yang semilir di atas becak, ditambah lagi hari sudah siang (jam 2 siang, waktunya tidur siang buat anak-anak), seringkali dalam perjalanan saya ketiduran di becak. Untungnya enggak sampai “kejungkel”…hehehe.
(Tampak di latar belakang, Pak Min, tukang becak yang setia mengantar saya tiap Kamis siang)
Salah satunya adalah tatkala saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar di era tahun 1980-an. Di masa kecil saya, di samping harus menjalankan kewajiban belajar di sekolah, saya punya kewajiban yang rutin harus saya lakukan tiap hari, yaitu latihan Piano.
Yah, orangtua saya mengikutkan saya di kursus piano yang diajar oleh seorang guru Piano bernama Zuus Merry.
(Ki-ka : Zuus Merry, Gurunya Zuuz Merry dan saya yang paling "putih")
Beliau ini guru piano yang sangat sabar, tidak pernah marah sedikitpun (ke saya) walaupun saya termasuk murid yang “tidak terlalu pintar”…hehehe…(daripada dibilang murid yang malas).
Seingat saya, pertama kali saya belajar piano ke Zuus Merry adalah saat masih duduk di bangku kelas 1 atau 2 SD. Tiap hari Kamis jam 2 siang saya harus berangkat ke tempat kursus di rumah beliau di Jalan Cipto 16 Malang dengan menumpang becak langganan saya. Karena anginnya yang semilir di atas becak, ditambah lagi hari sudah siang (jam 2 siang, waktunya tidur siang buat anak-anak), seringkali dalam perjalanan saya ketiduran di becak. Untungnya enggak sampai “kejungkel”…hehehe.
(Tampak di latar belakang, Pak Min, tukang becak yang setia mengantar saya tiap Kamis siang)
Nah, di tempat kursus piano inilah sebenarnya perkenalan pertama kali saya dengan Studio Radio.
Selain dipakai sebagai tempat kursus piano, keluarga Zuus Merry juga memilik usaha stasiun penyiaran radio. Namanya radio Imannuel, yang merupakan cikal bakal dari radio Mas FM sekarang. Waktu itu gelombangnya masih di AM.
Nah, seringkali saat menunggu giliran les, saya suka mengintip ke dalam ruang siaran melihat aktivitas penyiar yang sedang bertugas. Tapi waktu itu saya belum memiliki ketertarikan samasekali dengan dunia kepenyiaran. Bahkan sampai bertahun-tahun saya kursus di Suuz Merry, radio bukan menjadi sesuatu yang terlalu menarik buat saya.
Tapi barangkali inilah fase awal dalam kehidupan saya yang tanpa saya sadari membekas di alam bawah sadar, yang akhirnya baru terwujud beberapa puluh tahun kemudian.
Selain dipakai sebagai tempat kursus piano, keluarga Zuus Merry juga memilik usaha stasiun penyiaran radio. Namanya radio Imannuel, yang merupakan cikal bakal dari radio Mas FM sekarang. Waktu itu gelombangnya masih di AM.
Nah, seringkali saat menunggu giliran les, saya suka mengintip ke dalam ruang siaran melihat aktivitas penyiar yang sedang bertugas. Tapi waktu itu saya belum memiliki ketertarikan samasekali dengan dunia kepenyiaran. Bahkan sampai bertahun-tahun saya kursus di Suuz Merry, radio bukan menjadi sesuatu yang terlalu menarik buat saya.
Tapi barangkali inilah fase awal dalam kehidupan saya yang tanpa saya sadari membekas di alam bawah sadar, yang akhirnya baru terwujud beberapa puluh tahun kemudian.
Lagi-lagi kekuatan The Law Of Attraction.
Senin, 25 Agustus 2008
KEKUATAN THE LAW OF ATTRACTION (Bag. 2)
Seperti yang sudah saya tulis di artikel sebelumnya, keberadaan saya sebagai seorang penyiar yang sudah lebih dari 15 tahun ini adalah hasil terwujudnya Law of attraction saya kurang lebih 20 tahun yang silam. (Waaaow….sudah lama sekali ya ?). Cuma saya baru menyadarinya kalau itu adalah hasil dari Hukum Ketertarikan setelah membaca buku The Secret setahun silam.
Sebenarnya keinginan kuat saya untuk menjadi penyiar muncul ketika duduk di bangku SMA kelas 2. Kayaknya keren banget gitu lho profesi ini. Bisa muter lagu yang enak-enak, bisa ketemu artis, bahkan bisa menjadi seperti artis, soalnya penyiar radio di masa itu emang ngetop banget. Apalagi waktu itu belum ada TV swasta, sehingga untuk informasi dunia entertainment, khususnya musik, paling cepat ya dari siaran radio. Begitu juga untuk mendengarkan koleksi lagu-lagu mancanegara terbaru, juga dari radio.
Salah satu bahan pertimbangan saya memilih jurusan di perguruan tinggi selepas SMA juga saya kaitkan dengan keinginan saya menjadi penyiar radio. Maksudnya, jurusan yang saya pilih harus yang mendukung cita-cita saya itu.Sebenarnya keinginan kuat saya untuk menjadi penyiar muncul ketika duduk di bangku SMA kelas 2. Kayaknya keren banget gitu lho profesi ini. Bisa muter lagu yang enak-enak, bisa ketemu artis, bahkan bisa menjadi seperti artis, soalnya penyiar radio di masa itu emang ngetop banget. Apalagi waktu itu belum ada TV swasta, sehingga untuk informasi dunia entertainment, khususnya musik, paling cepat ya dari siaran radio. Begitu juga untuk mendengarkan koleksi lagu-lagu mancanegara terbaru, juga dari radio.
Akhirnya pilihan saya jatuh pada jurusan Bahasa Inggris. Alasannya sederhana, supaya bahasa Inggris saya bagus saat melamar jadi penyiar. Sesederhana itu.
Dan saya yakin pada waktu itu, dari sekian ratus atau ribu teman-teman lulusan SMA seangkatan saya, cuma saya satu-satunya yang bercita-cita menjadi penyiar radio. Gila, ya ?!
Tapi saya focus dengan keinginan itu. Saya enggak main-main. Kehidupan sehari-hari saya selama menjadi mahasiswa tidak lepas dari segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia radio.
Saya “belajar” secara autodidact dari penyiar-penyiar radio yang siarannya sedang saya dengarkan. Saat itu masih sulit mencari sekolah atau kursus broadcast, apalagi di Malang, padahal pengin banget lho. Jadi setiap ada kesempatan saya menyempatkan waktu untuk mendengarkan siaran radio yang menurut saya bagus.
Nah, di Malang waktu itu ada beberapa radio yang jadi pilihan saya untuk belajar. Ada KDS 8 (yang waktu itu masih bersegment anak muda), TT77 (jauh sebelum menjadi Tritara FM) dan Makobu FM (radio yang “sangat gaul” dan “Jakarta banget” di era awal 90-an).
Karena setiap kali liburan sekolah saya ke Jakarta, beberapa radio Jakarta juga menjadi referensi saya untuk belajar, diantaranya Radio Prambors (waah, ini dulu yang paling top), Radio Mustang (waktu itu masih berformat Rock abis), radio TRijaya FM dan lain-lain.-Mengenai radio-radio yang menjadi “penyemangat” saya menjadi penyiar akan saya bahas lebih lengkap di artikel berbeda-
Begitulah, cita-cita saya tidak pernah padam. Dan ternyata cita-cita yang “aneh” dan “enggak menjanjikan” bagi sebagian besar orang ini, menjadi kenyataan dalam kehidupan saya.
15 tahun yang lalu, di bulan November 1993, untuk pertama kalinya saya akhirnya diterima menjadi penyiar di radio KDS 8, setelah pernah ditolak lebih dari 4 kali di berbagai radio. 2 diantara penolakan itu dilakukan oleh radio KDS 8 yang akhirnya menerima saya menjadi penyiar. Asal tau aja, di masa itu menjadi suatu kebanggaan apabila bisa diterima di KDS 8. Dan saya pingin banget bisa diterima di sana.
(Sewaktu masih jadi penyiar Radio Kds 8 tahun 1994. Ki-ka: Zul, Darsono, lupa dan Agus Hadipraja)
15 tahun yang lalu, di bulan November 1993, untuk pertama kalinya saya akhirnya diterima menjadi penyiar di radio KDS 8, setelah pernah ditolak lebih dari 4 kali di berbagai radio. 2 diantara penolakan itu dilakukan oleh radio KDS 8 yang akhirnya menerima saya menjadi penyiar. Asal tau aja, di masa itu menjadi suatu kebanggaan apabila bisa diterima di KDS 8. Dan saya pingin banget bisa diterima di sana.
(Sewaktu masih jadi penyiar Radio Kds 8 tahun 1994. Ki-ka: Zul, Darsono, lupa dan Agus Hadipraja)
The law of attraction saya akhirnya terwujud secara nyata.
Sabtu, 23 Agustus 2008
KEKUATAN THE LAW OF ATTRACTION (Bag.1)
Anda pernah membaca buku atau menonton film The Secret ? Kalau belum, saran saya, bacalah atau tontonlah.
Buku yang memaparkan kekuatan dari The Law Of Attraction atau Hukum Ketertarikan itu menyebutkan semua yang ada di alam semesta ini saling berhubungan, baik kita sadari ataupun tidak. Sehingga apapun yang kita inginkan, bahkan ketika masih dalam pikiran, bisa menjadi kenyataan.
Saya sendiri sudah sering membuktikannya, termasuk keberadaan saya sebagai seorang penyiar radio saat ini, rupanya juga hasil dari The Law off attraction saya beberapa puluh tahun yang silam - ini akan saya ceritakan di tulisan yang lain.
Nah, beberapa hari lalu saya kembali membuktikan keberhasilan hukum itu. Bukan law of attraction saya tetapi dari orang lain, tepatnya pendengar saya.
Hari Rabu lalu (22 Agustus), sesaat setelah saya menutup siaran MMS (Musik Memori Siang-Menu Makan Siang) yang ditayangkan tiap hari jam 12.00 – 14.00, sebuah pesan singkat terbaca di Website Radio Kencana tempat saya bekerja.
Pesan yang termuat di kolom Pesan Singkat (Shoutbox) itu berasal dari Bang Aswi (http://bangaswi.com/bang-aswi-siapa-sih/) di kota Bandung. Beliau yang saat itu sedang mendengarkan siaran saya lewat radio streaming di ww.kencanafm.com mengucapkan terimakasih karena saya sudah memutarkan lagu berjudul Pak Tua (Elpamas) sebagai lagu penutup.
Tapi yang membuat saya terkejut sekaligus kagum adalah ketika membaca pesan singkat sebelumnya – Bang Aswi mengirimkan 2 pesan. Ternyata sebelum menuliskan ucapan terimakasih itu, Bang Aswi sudah mengirimkan pesan yang isinya minta diputarkan lagu dari kelompok Elpamas !
Dan luar biasanya, saya sama sekali belum mengetahui apalagi membaca pesan itu ketika memutuskan untuk memutar lagu dari kelompok Elpamas sebagai lagu penutup.
Waaah ?! Kebetulan ? Bisa jadi.
Tapi kalaupun itu kebetulan, berarti kebetulan yang sangat langka sekali. 1 berbanding sekian ribu.
Bagaimana tidak, ada sekian ribu lagu yang bisa saya pilih sebagai lagu penutup, ternyata akhirnya pilihan saya jatuh di lagu yang direquest oleh Bang Aswi yang notabane mengirimkan pesan singkat di menit-menit terakhir sebelum saya menutup acara.
Kok bisa ya ? Ya, bisa aja.
Kalau anda baca buku The Secret, hal ini bisa terjadi tiada lain karena adanya keinginan kuat Bang Aswi yang saat itu berada ribuan kilometer dari kota Malang, sedemikian kuatnya keinginan itu, walaupun pesannya belum sempat saya baca di layar monitor, tanpa saya sadari gelombang keinginan itu sampai juga di pikiran saya.
Dan akibatnya, keinginan Bang Aswi yang berada di jauh dari tempat saya berada terwujud menjadi kenyataan dalam hitungan detik.
Anda pernah mengalami kejadian seperti itu atau ingin bisa mewujudkan semua yang menjadi keinginan atau cita-cita anda ?
Bacalah The Secret.
NB. Buat bang Aswi, sekali lagi salam kenal ya dari saya. (Saya lagi belajar menulis dan mendisiplinkan diri untuk konsisten menulis nih, bang..)
Buku yang memaparkan kekuatan dari The Law Of Attraction atau Hukum Ketertarikan itu menyebutkan semua yang ada di alam semesta ini saling berhubungan, baik kita sadari ataupun tidak. Sehingga apapun yang kita inginkan, bahkan ketika masih dalam pikiran, bisa menjadi kenyataan.
Saya sendiri sudah sering membuktikannya, termasuk keberadaan saya sebagai seorang penyiar radio saat ini, rupanya juga hasil dari The Law off attraction saya beberapa puluh tahun yang silam - ini akan saya ceritakan di tulisan yang lain.
Nah, beberapa hari lalu saya kembali membuktikan keberhasilan hukum itu. Bukan law of attraction saya tetapi dari orang lain, tepatnya pendengar saya.
Hari Rabu lalu (22 Agustus), sesaat setelah saya menutup siaran MMS (Musik Memori Siang-Menu Makan Siang) yang ditayangkan tiap hari jam 12.00 – 14.00, sebuah pesan singkat terbaca di Website Radio Kencana tempat saya bekerja.
Pesan yang termuat di kolom Pesan Singkat (Shoutbox) itu berasal dari Bang Aswi (http://bangaswi.com/bang-aswi-siapa-sih/) di kota Bandung. Beliau yang saat itu sedang mendengarkan siaran saya lewat radio streaming di ww.kencanafm.com mengucapkan terimakasih karena saya sudah memutarkan lagu berjudul Pak Tua (Elpamas) sebagai lagu penutup.
Tapi yang membuat saya terkejut sekaligus kagum adalah ketika membaca pesan singkat sebelumnya – Bang Aswi mengirimkan 2 pesan. Ternyata sebelum menuliskan ucapan terimakasih itu, Bang Aswi sudah mengirimkan pesan yang isinya minta diputarkan lagu dari kelompok Elpamas !
Dan luar biasanya, saya sama sekali belum mengetahui apalagi membaca pesan itu ketika memutuskan untuk memutar lagu dari kelompok Elpamas sebagai lagu penutup.
Waaah ?! Kebetulan ? Bisa jadi.
Tapi kalaupun itu kebetulan, berarti kebetulan yang sangat langka sekali. 1 berbanding sekian ribu.
Bagaimana tidak, ada sekian ribu lagu yang bisa saya pilih sebagai lagu penutup, ternyata akhirnya pilihan saya jatuh di lagu yang direquest oleh Bang Aswi yang notabane mengirimkan pesan singkat di menit-menit terakhir sebelum saya menutup acara.
Kok bisa ya ? Ya, bisa aja.
Kalau anda baca buku The Secret, hal ini bisa terjadi tiada lain karena adanya keinginan kuat Bang Aswi yang saat itu berada ribuan kilometer dari kota Malang, sedemikian kuatnya keinginan itu, walaupun pesannya belum sempat saya baca di layar monitor, tanpa saya sadari gelombang keinginan itu sampai juga di pikiran saya.
Dan akibatnya, keinginan Bang Aswi yang berada di jauh dari tempat saya berada terwujud menjadi kenyataan dalam hitungan detik.
Anda pernah mengalami kejadian seperti itu atau ingin bisa mewujudkan semua yang menjadi keinginan atau cita-cita anda ?
Bacalah The Secret.
NB. Buat bang Aswi, sekali lagi salam kenal ya dari saya. (Saya lagi belajar menulis dan mendisiplinkan diri untuk konsisten menulis nih, bang..)
Selasa, 05 Agustus 2008
Rekaman Black Box Adam Air, Kekuatan Theatre Of Mind
Beberapa hari terakhir, terjadi diskusi di dunia maya dan dunia nyata mengenai asli atau tidaknya rekaman suara black box pesawat Adam Air yang beredar di Internet.
Sebagai orang yang telah bergelut di dunia radio lebih dari 10 tahun dengan pengalaman membuat ratusan spot iklan, saya kok yakin rekaman itu asli (kecuali KNKT bisa melacak dan membuktikan siapa yang sebenarnya pembuat rekaman palsu itu).
Enggak gampang lho bikin "sandiwara" yang terdengar begitu "real" dan "natural" itu. Saya pikir rekaman itu begitu "sempurna". Terdengar sangat nyata.
Sebuah “theatre of mind” yang berhasil mengaduk-aduk emosi pendengarnya. Mengingatkan pada sandiwara radio Mars Attack di tahun 30-40an yang sempat bikin geger masyarakat Amerika.
Coba perhatikan suara sound effect getaran pesawat, ledakan, deru pesawat, kepanikan dan suara takbir si pilot menjelang "meledaknya" pesawat sangat "real" sekali. Kalau ini adalah rekaman palsu, benar-benar sebuah "theater of mind" yang sempurna. Luar biasa. Hanya orang "radio" atau "Tukang Bikin Iklan" yang bisa membuat rekaman sesempurna itu.
Dari sini terkesan sepertinya memang ada upaya dari KNKT untuk menutupi "kebocoran" itu ke masyarakat.
Dari penjelasan yang disampaikan pihak KNKT memang ada jawaban yang "diplomatis" alias "kabur". Misalnya dengan mengatakan memang ada kemiripan antara rekaman yang asli dan yang beredar di intenet....
Lho, kok bisa mirip ? Berarti memang bocor kan ?
Yang kedua, ada dalih KNKT pernah dihacked. Lho, berarti bocor juga kan ?
Yang ketiga, apa alasan orang harus repot bikin rekaman palsu itu ?Kalau cuma sekedar buat menghancurkan reputasi, putar aja yang aslinya. Ngapain susah-susah nyari "pengisi suara" dan nambahi sound effect untuk membuat kesan "real"nya ? Gitu aja kok repot.
Yang keempat, apakah saat pertemuan dengan para wartawan, rekaman asli diputarkan dan dibandingkan dengan yang 'palsu', sehingga benar-benar bisa terdengar perbedaannya ? Atau jangan-jangan cuma ditunjukkan saja "CD"nya, ini lho yang asli, dan ini yang palsu.
Lhaah ??
Justru yang terpenting kan isi rekamannya, bukan wujud dan kemasan CDnya ?
Termasuk juga dengan cara menunjukkan bukti-bukti grafis yang ditunjukkan ke wartawan, apa bisa sih buat membandingkan asli enggaknya rekaman itu ?
Jadi, kemungkinan memang ada dua. Rekaman itu asli atau palsu.
Kalau palsu, harus benar-benar diusut siapa yang membuat dan menyebarkannya. Musibah dan kematian kok dibuat main-main.(Sumpah, saya juga merinding dengerinnya...Kematian memang tidak bisa diduga, bahkan dalam hitungan menit...)
Tapi kalau asli, harus benar-benar diusut siapa yang menyebarkannya ? Bagaimana caranya kok bisa bocor ? Dan yang terpenting, ADA ENGGAK KEBOHONGAN PUBLIK TERKAIT DI DALAM KASUS INI ?
Terlepas dari itu semua, diakui atau tidak, suara di rekaman ini menjadi suatu bukti bahwa “suara” ternyata mempunyai kekuatan yang sangat besar sekali.
Hanya dengan mendengar suara rekaman itu, gambaran situasi di dalam cockpit pesawat Adam Air seolah langsung terpampang di depan mata kita. Kepanikan, kengerian dan semuanya terasa nyata di benak kita. Sebuah Theatre Of Mind yang sempurna.
Entah rekaman itu asli ataupun palsu.
Sebagai orang yang telah bergelut di dunia radio lebih dari 10 tahun dengan pengalaman membuat ratusan spot iklan, saya kok yakin rekaman itu asli (kecuali KNKT bisa melacak dan membuktikan siapa yang sebenarnya pembuat rekaman palsu itu).
Enggak gampang lho bikin "sandiwara" yang terdengar begitu "real" dan "natural" itu. Saya pikir rekaman itu begitu "sempurna". Terdengar sangat nyata.
Sebuah “theatre of mind” yang berhasil mengaduk-aduk emosi pendengarnya. Mengingatkan pada sandiwara radio Mars Attack di tahun 30-40an yang sempat bikin geger masyarakat Amerika.
Coba perhatikan suara sound effect getaran pesawat, ledakan, deru pesawat, kepanikan dan suara takbir si pilot menjelang "meledaknya" pesawat sangat "real" sekali. Kalau ini adalah rekaman palsu, benar-benar sebuah "theater of mind" yang sempurna. Luar biasa. Hanya orang "radio" atau "Tukang Bikin Iklan" yang bisa membuat rekaman sesempurna itu.
Dari sini terkesan sepertinya memang ada upaya dari KNKT untuk menutupi "kebocoran" itu ke masyarakat.
Dari penjelasan yang disampaikan pihak KNKT memang ada jawaban yang "diplomatis" alias "kabur". Misalnya dengan mengatakan memang ada kemiripan antara rekaman yang asli dan yang beredar di intenet....
Lho, kok bisa mirip ? Berarti memang bocor kan ?
Yang kedua, ada dalih KNKT pernah dihacked. Lho, berarti bocor juga kan ?
Yang ketiga, apa alasan orang harus repot bikin rekaman palsu itu ?Kalau cuma sekedar buat menghancurkan reputasi, putar aja yang aslinya. Ngapain susah-susah nyari "pengisi suara" dan nambahi sound effect untuk membuat kesan "real"nya ? Gitu aja kok repot.
Yang keempat, apakah saat pertemuan dengan para wartawan, rekaman asli diputarkan dan dibandingkan dengan yang 'palsu', sehingga benar-benar bisa terdengar perbedaannya ? Atau jangan-jangan cuma ditunjukkan saja "CD"nya, ini lho yang asli, dan ini yang palsu.
Lhaah ??
Justru yang terpenting kan isi rekamannya, bukan wujud dan kemasan CDnya ?
Termasuk juga dengan cara menunjukkan bukti-bukti grafis yang ditunjukkan ke wartawan, apa bisa sih buat membandingkan asli enggaknya rekaman itu ?
Jadi, kemungkinan memang ada dua. Rekaman itu asli atau palsu.
Kalau palsu, harus benar-benar diusut siapa yang membuat dan menyebarkannya. Musibah dan kematian kok dibuat main-main.(Sumpah, saya juga merinding dengerinnya...Kematian memang tidak bisa diduga, bahkan dalam hitungan menit...)
Tapi kalau asli, harus benar-benar diusut siapa yang menyebarkannya ? Bagaimana caranya kok bisa bocor ? Dan yang terpenting, ADA ENGGAK KEBOHONGAN PUBLIK TERKAIT DI DALAM KASUS INI ?
Terlepas dari itu semua, diakui atau tidak, suara di rekaman ini menjadi suatu bukti bahwa “suara” ternyata mempunyai kekuatan yang sangat besar sekali.
Hanya dengan mendengar suara rekaman itu, gambaran situasi di dalam cockpit pesawat Adam Air seolah langsung terpampang di depan mata kita. Kepanikan, kengerian dan semuanya terasa nyata di benak kita. Sebuah Theatre Of Mind yang sempurna.
Entah rekaman itu asli ataupun palsu.
Kamis, 03 Juli 2008
Penyiar Gajinya Kecil, Siapa Bilang ? (Bag. 2)
Alasan ke dua kenapa saya ga’ setuju kalo dibilang gaji penyiar radio kecil adalah karena emang gajinya gede.
Lho, kok ?
Ya emang betul. Penyiar yang kreatif, mau berkembang, selalu berpikiran positif dan….. banyak job ngeMC-nya, pasti ‘gajinya’ gede.
Ga’ kurang sebulan bisa 2 juta lebih masuk kantong.
Bayangin, dapet job ngeMC 2 jam aja, ga’ pake terlalu mandi keringet, ga’ pake mikir yang sampe bikin botak, paling dikit 250-300 ribu kepegang tangan. Nah, itung aja berapa yang bakal dia terima kalo job MC nya sebulan sampe 10 kali misalnya.
“Lho tapi itu kan beda ?” Begitu mungkin menurut anda, “Yang gede kan gaji dari MC ?”
Iya emang betul.
Tapi kalo dia bukan penyiar radio, jobnya enggak bakal sebanyak itu. Harganya pun pasti gak setinggi itu. Semuanya bisa terjadi karena latar belakangnya sebagai penyiar radio.
So kalo mau adil kasih penilaian, ya harus satu paket dong.
Maksudnya, kalo dibilang gaji penyiar itu kecil, tapi dari MC dia dapat gede, ya namanya gajinya gede. Karena itu 1 paket. Gak mungkin take home paynya segede itu (2 jam kerja dapet duit ratusan ribu), kalo tanpa ada faktor embel-embel penyiar radio.
Terus, gimana dong buat penyiar yang gajinya kecil dan ga’ punya job MC ? Apa masih bisa dibilang gajinya gede ?
Ya balik lagi ke alasan pertama. Besar kecil itu kan relatif. Tergantung pembandingnya dan cara memprogram otak kita (mindset).
Tapi masa’ iya sih penyiar radio ga’ bisa kreatif cari duit ??
Bukankah seperti kata Aa’ Gym, rezeki itu harus kita jemput. Nah, tinggal kita mau enggak jemput rezeki yang udah disiapin Allah ?
Yo’ opo menurutmu rek ? Saya tunggu komentarnya di sini...
Lho, kok ?
Ya emang betul. Penyiar yang kreatif, mau berkembang, selalu berpikiran positif dan….. banyak job ngeMC-nya, pasti ‘gajinya’ gede.
Ga’ kurang sebulan bisa 2 juta lebih masuk kantong.
Bayangin, dapet job ngeMC 2 jam aja, ga’ pake terlalu mandi keringet, ga’ pake mikir yang sampe bikin botak, paling dikit 250-300 ribu kepegang tangan. Nah, itung aja berapa yang bakal dia terima kalo job MC nya sebulan sampe 10 kali misalnya.
“Lho tapi itu kan beda ?” Begitu mungkin menurut anda, “Yang gede kan gaji dari MC ?”
Iya emang betul.
Tapi kalo dia bukan penyiar radio, jobnya enggak bakal sebanyak itu. Harganya pun pasti gak setinggi itu. Semuanya bisa terjadi karena latar belakangnya sebagai penyiar radio.
So kalo mau adil kasih penilaian, ya harus satu paket dong.
Maksudnya, kalo dibilang gaji penyiar itu kecil, tapi dari MC dia dapat gede, ya namanya gajinya gede. Karena itu 1 paket. Gak mungkin take home paynya segede itu (2 jam kerja dapet duit ratusan ribu), kalo tanpa ada faktor embel-embel penyiar radio.
Terus, gimana dong buat penyiar yang gajinya kecil dan ga’ punya job MC ? Apa masih bisa dibilang gajinya gede ?
Ya balik lagi ke alasan pertama. Besar kecil itu kan relatif. Tergantung pembandingnya dan cara memprogram otak kita (mindset).
Tapi masa’ iya sih penyiar radio ga’ bisa kreatif cari duit ??
Bukankah seperti kata Aa’ Gym, rezeki itu harus kita jemput. Nah, tinggal kita mau enggak jemput rezeki yang udah disiapin Allah ?
Yo’ opo menurutmu rek ? Saya tunggu komentarnya di sini...
Kamis, 19 Juni 2008
Penyiar Gajinya Kecil, Siapa Bilang ? (Bag.1)
(Tulisan ini saya ambil dari Blog saya di Friendster, yang diposting pada tanggal 29 Juni 2006. Kayaknya masih relevan kalau dimuat di sini. Selamat membaca dan berkomentar).
Sejak pertama kali jadi penyiar radio 12 tahun lalu, sampai sekarang 4 tahun jadi pengajar di kursus penyiar Duta Suara, keluhan yang sering saya dengar dari teman-teman penyiar radio ga’ berubah. Mulai dari yang masih junior sampe senior rata-rata ngeluhin hal yang sama, gaji penyiar radio kecil !
Aahhh…masa iya sih !!? Saya kok ga’ sependapat ya …?
Kalo mau jujur, sejak masih jadi penyiar dengan gaji 40 ribu Rupiah sebulan sampai terakhir mendekati angka 2 juta Rupiah per bulan (tahun 2004), saya ga’ pernah nganggap gaji penyiar radio kecil. Itu bisa besar sekali, man !
Bagaimana bisa ? Ada dua alasan.
Yang pertama karena besar dan kecil itu relatif. Duit 800 ribu terasa besar kalo dibandingin sama 200 ribu, tapi terasa kecil kalo dibandingin 1 juta. 1 juta pun terasa kecil kalo dibandingin 5 juta. Dan 5 juta bisa terasa kecil kalo dibandingin 10 juta.
Jadi, ini relative. Tergantung dengan apa kita membandingkannya. Ato lebih tepatnya, tergantung gimana kita memprogram pikiran kita sendiri.
Kalo kita memprogram ke otak kita angka sekian itu besar, maka kita pun merespon pekerjaan kita sebagai pekerjaan bergaji besar. Begitu juga sebaliknya. Kalo kita memprogram ke otak kita gaji yang kita terima kecil, maka kita pun merespon pekerjaan yang kita kerjakan bergaji kecil. Akibatnya kita jadi ga’semangat ngerjain tugas sehari-hari di tempat kerja. Semua terasa ga’ nyenengin. Pikiran jadi ga’fresh and setiap ada masalah seolah-olah ga’ ada jalan keluarnya.......... Pokoknya, ga’ enak deh.
Jadi solusinya, ya rubah cara berpikir kita.
Liat sekeliling kita....
Masih banyak saudara-saudara kita yang harus kerja 2-3 kali lipat lebih berat dari kita, bahkan dengan persyaratan tingkat pendidikan lebih tinggi dari kita. Tapi kenyataannya, pada akhir bulan gaji mereka masih di bawah kita sebagai penyiar radio. Atau paling sedikit, gajinya hanya beda-beda dikit ama kita yang penyiar radio. Dia kerja stress, kita kerja bisa sambil denger musik, ketawa-ketiwi, ketemu artis, dugem gratis (yang pas tugas di café), dan seterusnya.
Nah itu alasan pertama kenapa saya ga’ setuju kalo dibilang gaji penyiar radio kecil. Alasan ke dua ? Tunggu edisi berikutnya.
Gimana menurut anda ?
Sejak pertama kali jadi penyiar radio 12 tahun lalu, sampai sekarang 4 tahun jadi pengajar di kursus penyiar Duta Suara, keluhan yang sering saya dengar dari teman-teman penyiar radio ga’ berubah. Mulai dari yang masih junior sampe senior rata-rata ngeluhin hal yang sama, gaji penyiar radio kecil !
Aahhh…masa iya sih !!? Saya kok ga’ sependapat ya …?
Kalo mau jujur, sejak masih jadi penyiar dengan gaji 40 ribu Rupiah sebulan sampai terakhir mendekati angka 2 juta Rupiah per bulan (tahun 2004), saya ga’ pernah nganggap gaji penyiar radio kecil. Itu bisa besar sekali, man !
Bagaimana bisa ? Ada dua alasan.
Yang pertama karena besar dan kecil itu relatif. Duit 800 ribu terasa besar kalo dibandingin sama 200 ribu, tapi terasa kecil kalo dibandingin 1 juta. 1 juta pun terasa kecil kalo dibandingin 5 juta. Dan 5 juta bisa terasa kecil kalo dibandingin 10 juta.
Jadi, ini relative. Tergantung dengan apa kita membandingkannya. Ato lebih tepatnya, tergantung gimana kita memprogram pikiran kita sendiri.
Kalo kita memprogram ke otak kita angka sekian itu besar, maka kita pun merespon pekerjaan kita sebagai pekerjaan bergaji besar. Begitu juga sebaliknya. Kalo kita memprogram ke otak kita gaji yang kita terima kecil, maka kita pun merespon pekerjaan yang kita kerjakan bergaji kecil. Akibatnya kita jadi ga’semangat ngerjain tugas sehari-hari di tempat kerja. Semua terasa ga’ nyenengin. Pikiran jadi ga’fresh and setiap ada masalah seolah-olah ga’ ada jalan keluarnya.......... Pokoknya, ga’ enak deh.
Jadi solusinya, ya rubah cara berpikir kita.
Liat sekeliling kita....
Masih banyak saudara-saudara kita yang harus kerja 2-3 kali lipat lebih berat dari kita, bahkan dengan persyaratan tingkat pendidikan lebih tinggi dari kita. Tapi kenyataannya, pada akhir bulan gaji mereka masih di bawah kita sebagai penyiar radio. Atau paling sedikit, gajinya hanya beda-beda dikit ama kita yang penyiar radio. Dia kerja stress, kita kerja bisa sambil denger musik, ketawa-ketiwi, ketemu artis, dugem gratis (yang pas tugas di café), dan seterusnya.
Nah itu alasan pertama kenapa saya ga’ setuju kalo dibilang gaji penyiar radio kecil. Alasan ke dua ? Tunggu edisi berikutnya.
Gimana menurut anda ?
Kamis, 01 Mei 2008
Blog Yang Menginspirasi Dan Memotivasi
Sudah cukup lama saya enggak browsing di Internet karena kesibukan di kantor. Paling-paling hanya sempet buka email dan situs-situs berita. Sedangkan untuk menambah wawasan broadcast, sudah lebih dari 3 bulan saya enggak dapatkan dari Internet.
Biasanya, saya selalu nyempet-nyempetin untuk cari artikel tentang perkembangan dunia broadcast di Internet.
Nah, baru hari ini saya ada waktu untuk kembali melakukan aktivitas yang dulu sering lakukan itu. Mulai dari mengisi blog ini sampai menulis kembali di blog saya yang berisi komunitas temen-temen SD saya...(Ya, SD...Sekolah Dasar. Komunitas SD 80-an...hehehe) di http://www.sdppsp.blogspot.com/.
Nah, ada satu blog yang sudah cukup lama enggak saya buka, yang siang ini berhasil memotivasi dan menginspirasi saya, bahkan "men-charge baterrey" saya, khususnya di dunia broadcast. Nama blognya adalah http://www.broadcastsukses.blogspot.com/ punya pakar broadcast Indonesia Andy Rustam Moenaf. Blog ini banyak memberi wawasan tentang dunia broadcast, baik dunia pertelevisian maupun radio. Coba deh anda baca, pasti menarik dan menggelitik.
Thanks Oom Andy....Saya tunggu terus tulisannya yang memotivasi dan menginspirasi.
Jurus Muka Singa
Zoel saat melatih siswa-siswa Kursus Penyiar Duta Suara melakukan Jurus Lion Face
Ini bukan lagi di "setrap", tapi siswa Duta Suara lagi latihan humming....hhhhmmmmmmm....
Ini salah satu jurus untuk melatih otot muka. Namanya Muka Singa alias Lion Face. Kalau enggak salah, yang memperkenalkan dan mempopulerkan jurus ini untuk pertama kalinya di Indonesia adalah Andy Rustam, pakar broadcasting Indonesia yang sudah berpengalaman lebih dari 20 tahun, pemilik blog http://www.broadcastsukses.blogspot.com/, yang juga kakak kandung dari penyanyi Fariz RM.
Yang bikin "sebel" (maaf oom Andy...) kalau lagi mengajarkan jurus ini ke siswa baru adalah : saya harus memulainya terlebih dahulu untuk memberi contoh. Akibatnya, pasti pada ketawa ngeliat wajah saya.
Yang bikin "demen", kalau giliran mereka yang praktekkan jurus ini : ternyata, enggak cuma wajah saya yang layak untuk ditertawakan.
Hehehe...just kiding, Om Andy.
Ini bukan lagi di "setrap", tapi siswa Duta Suara lagi latihan humming....hhhhmmmmmmm....
Perlunya Cek dan Ricek
Ini bukan judul program TV, tapi sekedar ngingetin kita yang kebagian tugas wawancarai narasumber pakai media alat perekam.
Gara-gara enggak melakukan cek dan recek pada alat perekam saya, akhirnya wawancara saya dengan Indro di ajang Java Jazz 2008 tidak terekam sama sekali.
Padahal wawancaranya cukup menarik dan rencananya mau saya tayangkan di acara Jazzi Radio Kencana setelah tiba di Malang kembali.
Tapi karena saya enggak ngeliat posisi alat perekam yang masih PAUSE, akibatnya tape enggak jalan dan otomatis suara enggak masuk.
Ketahuannya malah setelah selesai dan Indro sudah berlalu.
Yaaah...yang jadi akhirnya cuma fotonya doang.
Ada yang punya pengalaman serupa ? Cerita doong...
Bahasa Inggris Atau "Keminggris" ?
Kadang heran juga, kenapa sih sekarang ini kita (baca:penyiar radio) suka banget nyampur-nyampur siarannya pake istilah bahasa Inggris ?
Bukan bahasa Inggris yang utuh, tapi cuma di awal kalimat atau di tengah-tengah.
Misalnya pake kata : Anyway, By the way, line (untuk telephone), and so on dan sebagainya...
Apakah ini memang tuntutan zaman ? (Uuuts....)
Atau hanya untuk memberi kesan "keren" atau "gaul" ?
Atau jangan-jangan kita aja yang enggak pede pake bahasa Indonesia ?
Saya justru salut dan angkat topi buat penyanyi Anggun dan Luluk Purwanto yang sama-sama tinggal di luar negeri.
Setiap diwawancarai media mereka berdua enggak pernah sedikitpun pake istilah asing. Bahkan seorang Luluk Purwanto lebih sering menggunakan gaya bahasa yang "njawani".
Atau jangan-jangan karena kita aja yang belum pernah ke luar negeri atau baru sekali dua kali, sehingga untuk "menaikkan kelas" kita harus pakai istilah yang "keminggris".
Pakai bahasa Indonesia emangnya kenapa ? Atau mendingan siaran bahasa Inggris sekalian daripada nanggung...
Ehm...btw, saya dulu juga "sok keminggris"ya .... But, it's long time ago, kok. (Lhooo ??!!)
Langganan:
Postingan (Atom)